Tag : mulyani

BOS BI SEBUT DOLAR AS SAAT INI TERKUAT SEJAK 2002

BOS BI SEBUT DOLAR AS SAAT INI TERKUAT SEJAK 2002

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengungkapkan mata uang di seluruh dunia, termasuk rupiah, melemah lantaran mata uang dolar AS sangat kuat saat ini. Atas dasar itulah, BI tidak segan melakukan stabilitas nilai tukar, melindungi ekonomi dan inflasi Indonesia dari tekanan dolar AS dan perekonomian global secara umum. Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya menyampaikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah meningkat. Hal tersebut juga dialami oleh seluruh mata uang negara-negara di dunia terhadap dolar AS di tengah ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi. Bendahara negara tersebut menjelaskan hingga 28 Juli 2022, nilai tukar rupiah melemah 4,55 persen (year-to-date/ytd). Kendati demikian, dia menilai perlemahan ini lebih baik jika dibandingkan dengan depresiasi berbagai mata uang di kawasan. Dia memaparkan bahwa sepanjang tahun berjalan, ringgit Malaysia mengalami pelemahan 6,46 persen, rupee India melemah 6,80 persen, dan baht Thailand yang melemah hingga 9,24 persen. "Pelemahan 4,55 persen [YtD] dari rupiah lebih baik
THE FED NAIKKAN SUKU BUNGA UGAL-UGALAN, KRISIS KEUANGAN DATANG KE NEGARA BERKEMBANG.

THE FED NAIKKAN SUKU BUNGA UGAL-UGALAN, KRISIS KEUANGAN DATANG KE NEGARA BERKEMBANG.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan kenaikan suku bunga yang dilakukan bank sentral Amerika Serikat (AS) sangat bisa memengaruhi ekonomi global. Kenaikan suku bunga dilakukan The Fed untuk merespon kenaikan inflasi di AS yang telah mencapai 9,1 persen. Dijelaskan Menteri Sri Mulyani, penggunaan Dolar AS mendominasi transaksi dunia. Prosentasenya mencapai lebih dari 60 persen. "Dampak dari inflasi 9,1 persen bulan juni yang direspon dengan kenaikan suku bunga yang makin agresif dari The Fed, jelas akan memengaruhi ekonomi global," kata Menteri Sri Mulyani dalam Konferensi Pers APBN KiTa, kemarin. Secara historis, setiap The Fed menaikkan suku bunga apalagi secara sangat agresif, biasanya diikuti oleh krisis keuangan dari negara-negara pasar berkembang. Sebagaimana yang terjadi pada 1974, 1980-an dan akhir 1980-an. "Ini menjadi salah satu risiko yang dipantau oleh institusi, oleh IMF dalam melihat kerawanan negara-negara developing dan emerging," tuturnya. "Jadi kita lihat berbagai negara yang mereka dihadapkan pada dilema kenaikan inflasi dan pengetatan moneter yang menyebabkan pelemahan