
Content Category : Artikel


AMERIKA DIHANTUI GAGAL BAYAR UTANG Rp 480.000 T, BI BUKA SUARA
Amerika Serikat (AS) kembali dibayangi oleh kemungkinan terjadinya gagal bayar (default) utang. Oleh karena itu, Menteri Keuangan Amerika Serikat (AS) Janet Yellen menuntut kongres untuk meningkatkan atau menangguhkan batas pinjaman US$ 31,4 triliun. Adapun, utang Amerika Serikat menembus US$ 31 triliun atau sekitar Rp 460 ribu triliun (kurs Rp 14.900/US$) pada Oktober tahun lalu. Data dari Kementerian Keuangan menunjukkan per 31 Maret utang Amerika Serikat menembus US$ 31,45 triliun. Mantan ketua bank sentral AS (The Fed) ini bahkan memperingatkan default akan memicu "malapetaka ekonomi" yang akan membuat suku bunga lebih tinggi untuk tahun-tahun mendatang. Adapun dampaknya terhadap ekonomi Indonesia dipastikan tidak signifikan. Bahkan, pergerakan nilai tukar rupiah belum menunjukkan pengaruh dari isu ini. Bank Indonesia (BI) menilai isu debt ceiling atau batas utang AS dan government shutdown merupakan isu yang terus berulang. Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI Edi Susianto mengungkapkan pihaknya yakin akan ada kesepakatan antara pemerintah dan parlemen AS. "Isu tersebut di tahun ini
DEKATI Rp 14.900/US$, RUPIAH MENUJU PENGUATAN 5 HARI BERUNTUN!
Rupiah kembali menguat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Selasa (4/4/2023). Jebloknya indeks dolar AS membuat rupiah kini berpeluang mencatat penguatan lima hari beruntun. Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan di Rp 14.945/US$, menguat 0,13% di pasar spot. Indeks dolar AS yang merosot 0,4% awal pekan kemarin. Tanda-tanda perekonomian AS merosot semakin terlihat. Institute for Supply Management (ISM) melaporkan kontraksi sektor manufaktur semakin dalam pada Maret. Purchasing Managers' Index (PMI) dilaporkan sebesar 46,3, sudah mengalami kontraksi (di bawah 50) selama 5 bulan beruntun dan berada di level terendah sejak Mei 2020. Pasca rilis data tersebut, indeks dolar AS yang sebelumnya menguat langsung berbalik turun. Sementara itu dari dalam negeri, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan inflasi Maret 2023 yang bertepatan dengan Ramadan kali ini terpantau lebih rendah dalam dua tahun terakhir. Hal ini dimungkinkan karena turunnya inflasi harga bergejolak pada bulan Maret lalu. Inflasi yang rendah menjadi kabar baik, daya beli masyarakat akan